Pada suatu hari saya meluangkan
waktu saya untuk membaca sebuah buku tentang kisah sahabat nabi yang bisa kita
contoh sifat, perilaku, dan kejujurannya. Ketika saya membaca salah satu judul
dibuku tersebut saya mendapatkan judul yang sangat menarik yaitu “Saya Bukan yang
Terbaik” begini ceritanya
“Saya
Bukan yang Terbaik”
Setiap kali kita mendengar ada
seseorang pejabat atau presiden yang baru dilantik, biasanya berpidato atau
berjanji yang muluk. Tetapi renungkanlah saat Abu Bakar Ash-Shiddiq diangkat
menjadi seorang khalifah (setingkat presiden atau raja). Beliau berpidato: “Hai
kaum Muslimin, saya telah diangkat sebagai pemimpin kalian, tetapi tidak
berarti bahwa saya adalah yang terbaik diantara kalian. Jika saya benar,
bantlah, jika saya salah betulkanlah! Ingatlah, orang yang lemah diantara
kalian menjadi kuat disisiku hingga saya serahkan haknya kepadanya! Ingatlah,
orang yang kuat diantara kalian menjadi lemah disisiku hingga saya ambil yang
bukan haknya dari padanya. Taatilah saya selama saya mentaati ALLAH dan
Rasul-Nya! Jika saya tidak taat, maka tidak ada keharusan bagi kalian untuk
mentaatiku!’’
Dalam sejarah kepemimpinan, belum
ada seorang pemimpin yang berkata seperti beliau. Pidatonya bukan sebagai
pemanis atau hanya basa-basi, tetapi hal itu betul betul dilaksanakan oleh
beliau. Subhanallah hanya orang hebat yang bisa berkata dan bisa melaksanakan
tugas seperti perkataannya.
Kemudian saya membaca cerita berikutnya yang berjudul “Jubah
Berhiaskan 21 Tambalan” cerita ini mengisahkan seorang yang sangat kaya raya
tetapi berpaikaian apa adanya bahkan berpaikaian yang tak layak pakai. Mari lebih
jelasnya ini dia.
“Jubah Berhiaskan 21
Tambalan”
Pada
hari jum`at, di masjid nabawi para jama’ah
Shalat Jum’at dengan perasaan gelisah, menunggu Umar Bin Khaththab, Amirul-Mu’minin, yang akan memberikan
khutbah Jum’at. Hari semakin siang, tetapi Umar bin Khaththab belum juga
tampak. Setelah ditunggu agak lama, muncul lah Umar bin Khaththab dengan
tergepoh-gepoh dengan pakaian yang masih Nampak basah.
Setelah
naik kemimbar, beliau meminta maaf dengan mengatakan penyebab keterlambatannya,
karena harus menunggu pakaiannya kering yang habis dicuci. Sebab, beliau tidak
punya pakaian yang lain. Karena takut jama’ah menunggu lama beliau beliau
kenakan pakaian yang masih agak basah. Subhanallah! Seorang penguasa besar,
yang Romawi dan Persia saja dalam genggamannya harus meminta maaf pada
rakyatnya, hanya karena terlambat, dan itupun bukan karena disengaja.
Terlebih
lagi, alasan keterlambatanya karena menunggu pakaian yang belum kering, karena
tidak mempunyai pakaian yang lain. Yang masih membuat kita tercengang, baju atau
jubbah yang beliau kenakan ternyata sudah tertambal lebih dari 21 jahitan. Lalu
kemana harta yang banyak lalu begitu luas itu ? sampai-sampai pemimpin tidak
mempunyai baju yang mewah.
Itulah
Umar bin Khaththab, seorang pemimpin yang bersahaja walau banyak ahli sejarah
mengatakan, seandainya saja Umar bin Khaththab ingin hidupnya seperti
kaisar-kaisar Romawi atau raja-raja Persia, niscaya bias dilakukan, bahkan
lebih dari mereka. Tapi Umar bin Khaththab bukanlah orang yang serakah akan
dunia, hidupnya beliau abdikan untuk kejayaan islam dan kesejahteraan
rakyatnya.
ayo lihat
BalasHapus