Rabu, 06 Maret 2013

Kisah Sahabat Nabi, Tarikh


Pada suatu hari saya meluangkan waktu saya untuk membaca sebuah buku tentang kisah sahabat nabi yang bisa kita contoh sifat, perilaku, dan kejujurannya. Ketika saya membaca salah satu judul dibuku tersebut saya mendapatkan judul yang sangat menarik yaitu “Saya Bukan yang Terbaik” begini ceritanya


“Saya Bukan yang Terbaik”
Setiap kali kita mendengar ada seseorang pejabat atau presiden yang baru dilantik, biasanya berpidato atau berjanji yang muluk. Tetapi renungkanlah saat Abu Bakar Ash-Shiddiq diangkat menjadi seorang khalifah (setingkat presiden atau raja). Beliau berpidato: “Hai kaum Muslimin, saya telah diangkat sebagai pemimpin kalian, tetapi tidak berarti bahwa saya adalah yang terbaik diantara kalian. Jika saya benar, bantlah, jika saya salah betulkanlah! Ingatlah, orang yang lemah diantara kalian menjadi kuat disisiku hingga saya serahkan haknya kepadanya! Ingatlah, orang yang kuat diantara kalian menjadi lemah disisiku hingga saya ambil yang bukan haknya dari padanya. Taatilah saya selama saya mentaati ALLAH dan Rasul-Nya! Jika saya tidak taat, maka tidak ada keharusan bagi kalian untuk mentaatiku!’’
Dalam sejarah kepemimpinan, belum ada seorang pemimpin yang berkata seperti beliau. Pidatonya bukan sebagai pemanis atau hanya basa-basi, tetapi hal itu betul betul dilaksanakan oleh beliau. Subhanallah hanya orang hebat yang bisa berkata dan bisa melaksanakan tugas seperti perkataannya.



Kemudian saya membaca cerita berikutnya yang berjudul “Jubah Berhiaskan 21 Tambalan” cerita ini mengisahkan seorang yang sangat kaya raya tetapi berpaikaian apa adanya bahkan berpaikaian yang tak layak pakai. Mari lebih jelasnya ini dia.


“Jubah Berhiaskan 21 Tambalan”
  Pada hari jum`at, di masjid nabawi para jama’ah  Shalat Jum’at dengan perasaan gelisah, menunggu Umar Bin Khaththab, Amirul-Mu’minin, yang akan memberikan khutbah Jum’at. Hari semakin siang, tetapi Umar bin Khaththab belum juga tampak. Setelah ditunggu agak lama, muncul lah Umar bin Khaththab dengan tergepoh-gepoh dengan pakaian yang masih Nampak basah. 
Setelah naik kemimbar, beliau meminta maaf dengan mengatakan penyebab keterlambatannya, karena harus menunggu pakaiannya kering yang habis dicuci. Sebab, beliau tidak punya pakaian yang lain. Karena takut jama’ah menunggu lama beliau beliau kenakan pakaian yang masih agak basah. Subhanallah! Seorang penguasa besar, yang Romawi dan Persia saja dalam genggamannya harus meminta maaf pada rakyatnya, hanya karena terlambat, dan itupun bukan karena disengaja.
Terlebih lagi, alasan keterlambatanya karena menunggu pakaian yang belum kering, karena tidak mempunyai pakaian yang lain. Yang masih membuat kita tercengang, baju atau jubbah yang beliau kenakan ternyata sudah tertambal lebih dari 21 jahitan. Lalu kemana harta yang banyak lalu begitu luas itu ? sampai-sampai pemimpin tidak mempunyai baju yang mewah.
Itulah Umar bin Khaththab, seorang pemimpin yang bersahaja walau banyak ahli sejarah mengatakan, seandainya saja Umar bin Khaththab ingin hidupnya seperti kaisar-kaisar Romawi atau raja-raja Persia, niscaya bias dilakukan, bahkan lebih dari mereka. Tapi Umar bin Khaththab bukanlah orang yang serakah akan dunia, hidupnya beliau abdikan untuk kejayaan islam dan kesejahteraan rakyatnya.